puisi u. mengenang proklamasi 17.8.45 (indonesia merdeka yang dihilangkan) dan Wiji Thukul (penyair merdeka yang dihilangkan 26.8.1963 - .....)
langit
yang putih
garing
asing
tak sengaja
mengabarkan matinya seorang buruh panggul*
(silahkan diganti dengan buruh tani, buruh pabrik dll)
tbc
muntah darah
tanpa rumah sakit
tanpa sanak saudara
tanpa tempat berteduh
tanpa perut
tanpa ktp
tanpa kartu raskin
tanpa npwp
tanpa agama
tanpa negara
siang
yang putih
garing
asing
dengan semburat merah muntah darah tbc itu
terperanjat
tergopoh-gopoh
dari lamunan merdekanya
berteriak tergagap dalam senyapnya
‘tanah air tumpah darah, tanpa api, tanpa suci, mampuslah mampus.....!’
malam
yang putih
garing
asing
tiba kemudian tanpa setitik hitam pun,
hanya gelegar geledar bola pijar api raksasa dengan lidah-lidah kilatnya
bertalu-talu-talu berderak-derak retakkan bumi....
maka genap sudah
butalah mata kita, tulilah telinga kita
lalu kita yang buta
tuli
dan bisu
terseok-seok
menghantarkan jenasah almarhum tanpa nama
ke pemakaman liar
dengan tertib, manis, santun, tanpa isak tangis...
bapak tua itu kemudian berbisik
‘sudah lumrah’
‘yang tidak lumrah adalah
kalian yang menusuk bola mata dan gendang telinganya sendiri
memotong lidahnya sendiri
menguburkan kata hatinya sendiri
dengan bilah-bilah bambu runcing
berbendera merah putih tanda berkabung dan menyerah'
bapak tua itu terisak teramat dalam
kemudian tersedak megap-megap
sekejab tanganya menggapai-gapai langit
lantas mati dengan raut sedih dan mengerikan
lalu menghilang begitu saja
ya, menghilang begitu saja
lama kemudian koran-koran kuning mengabarkan
seorang pejuang tua
bunuh diri di pemakaman liar itu
dengan bambu runcing kegetirannya
sambil memekik ‘merdeka’.
lalu secara misterius, ajaib, gaib, mistis
jasad pejuang tua itu terangkat
ke langit
hingga langitnya langit terakhir
yang putih
garing
asing
Home »
» LENTERA DIATAS BUKIT
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !